Ketanggungan
- Sebagian
besar umat Islam mendatangi makam para kekasih Allah dengan berbagai tujuan,
mulai dari persoalan dunia hingga akhirat. Tentu dari hati terdalam para
peziarah itu, terdapat keyakinan yang berurat akar bahwa yang mengabulkan
permintaannya adalah Allah, bukan wali yang diziarahinya. Posisi wali dalam hal
ini hanya sebagai perantara, sebagaimana posisi malaikat Jibril sebagai
mediator yang menghubungkan komunikasi antara nabi Muhammad dan Allah.
Salah
satu makam yang mengundang banyak umat Islam -terutama yang tinggal di
Kabupaten Brebes, Cirebon, dan Indramayu- untuk berdoa di situ adalah makam KH
Ahmad Badawi yang terletak di tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes
Jawa Tengah. KH Ahmad Badawi merupakan salah seorang kyai kharismatik yang
dapat menaklukkan para penjajah Belanda yang menyerang wilayah Kecamatan
Ketanggungan dan sekitarnya dengan cara-cara yang sangat halus.
Konon,
secara lahiriyah yang kasat mata, Kyai Badawi terlihat sebagai sosok yang
sangat bersahabat dengan penjajah-penjajah itu. Kediamannya yang kini terletak
di sekitar Jl Panggung Ketanggungan hampir setiap hari didatangi penjajah.
Kepada para tamunya itu, Kyai Badawi menghormati betul, memberi jamuan berupa
aneka makanan dan minuman, serta sangat ramah terhadapnya.
Penampakan
Kyai Badawi yang terlihat hormat dan ramah terhadap penjajah ini ternyata
bagian dari strateginya dalam menaklukkan penjajah. Baginya, menjamu tamu yang
berprilaku biadab terhadap wong cilik bagian dari kesempatan ampuh untuk
melumpuhkannya, yakni melalui makanan dan minuman yang disajikan, Kyai Badawi
menyelipkan untaian-untaian doa yang sangat dahsyat.
Penjajah-penjajah
itu ketika sudah menyantap makanan dari Kyai Badawi maka akan kalah dalam
berperang. Pengelola masjid yang berada di depan tempat pemakaman Kyai Badawi,
Ustadz Sayuti, menyampaikan bahwa karomah Kyai Badawi berbentuk isyarat yang
tidak terlihat. Mungkin bagi orang awam sulit untuk mengenali perilaku Kyai
Badawi pada masa hidupnya.
Ketika
Belanda hendak menyerang daerah Ketanggungan bagian selatan (Kini menjadi Desa
Buara, Desa Cikeusal, Desa Pamedaran dan sekitarnya), para penjajah yang
berjumlah lebih dari 3 kompi mampir terlebih dahulu di kediaman Kyai Badawi.
Seperti biasa, para penjajah itu disambut baik dan dijamu dengan beraneka macam
makanan dan buah-buahan.
Di
medan pertempuran, penjajah sebanyak 3 kompi itu tidak ada satu pun yang
jasadnya kembali dalam keadaan masih hidup. Semuanya tewas di medan
pertempuran. “Dados, Kyai Badawi niku naklukaken Belanda mboten ngangge
serangan fisik, nanging ngangge isyarat ingkang mboten nampak (Jadi, Kyai
Badawi itu menaklukkan Belanda tidak dengan cara penyerangan fisik, tapi
menggunakan media yang tidak terlihat oleh mata),” tutur Sayuti di kediamannya
yang berhadapan langsung dengan pintu masuk makam Kyai Badawi.
Panggung Ajaib
Tidak
jauh dari tempat pembaringan jenazah Kyai Badawi, terdapat “rumah panggung”
dengan ukuran kurang lebih 6×4 meter yang kini di bawahnya menjadi jalan
penghubung antara jalan perkampungan dengan jalan raya Pasar Ketanggungan.
Rumah
panggung atau orang Ketanggungan lebih akrab menyebutnya dengan “panggung”
dibangun oleh Kyai Badawi digunakan sebagai majelis atau tempat berkumpul
masyarakat setempat untuk memanjatkan pujian terhadap rasulullah saw yang
populer dengan nama barjanjen.
Panggung
ini terletak di depan tempat kediamannya yang kini ditempati salah satu ahli
warisnya. Bagi masyarakat Ketanggungan, panggung ini “ajaib” karena dengan
sendirinya dapat menyesuaikan dengan ukuran jalan di bawahnya. Pada masa Kyai
Badawi, jalan di bawah panggung hanya sekitar 2 meter, seiring berjalannya
waktu, jalan itu telah dilebarkan berulangkali, sementara panggung tidak ikut
serta dilebarkan, namun anehnya panggung itu dengan sendirinya (tanpa ada
intervensi tangan-tangan manusia) dapat bergeser sendiri menyesuaikan lebar
badan jalan.
“Panggung
niku salah setunggal karomahipun, ingkang sampe sak niki saged disakseni
(Panggung itu salah satu karomah Kyai Badawi yang hingga kini dapat disaksikan),”
papar Sayuti.
Menurutnya,
karomah berupa isyarat alam yang dimiliki Kyai Badawi hingga kini sering
muncul. Isyarat alam yang pernah dialami Sayuti sebagai juru kunci makam
sendiri antara lain, ketika hendak terjadi bencana besar Tsunami di Aceh, semua
ikan yang berada di kolam dekat makam mengambang seperti mati. Sayuti dan
beberapa takmir masjid lainnya sempat kebingungan dengan perihal itu karena
apabila mati mestinya berpengaruh terhadap air, tapi itu tidak, bau air biasa
seperti bau air sumur lainnya.
Karena
kebingungan itu, Sayuti dan teman-temannya menguras kolam dan mengganti dengan
air baru, namun keadaan ikan masih tetap sama, diam seperti mati. Tepat pada
pagi harinya media televisi menyiarkan telah terjadi bencana besar Tsunami di
Aceh.
Sayuti
dan beberapa rekannya menduga kuat bahwa perilaku ikan yang aneh itu adalah
karomah Kyai Badawi yang berupa isyarat alam (petunjuk Tuhan melalui alam) akan
adanya bencana besar di Aceh.
Kendati
Kyai Badawi wafat pada tahun 1957 M., namun karomahnya hingga kini masih sering
dirasakan keluarga, pengelola makam dan masjidnya, serta peziarah yang ikhlas
merapalkan doa di tempat Kyai Badawi bersemayam.
Dikutip dari www.nu.jateng.com dengan sedikit perubahan
Ed. : Slamet DH
Minta silsilahnya ustad..
BalasHapus